Contoh Makalah Agama Islam Tentang Etika Moral dan Ahklak
MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Etika Moral dan Ahklak
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Nama Guru/Dosen
Disusun Oleh
Reza
Adhicahyasmara
20160910092
Kelas SI C 2016
NAMA FALKUTAS
NAMA UNIVERSITAS/SEKOLAH
TAHUN AJARAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmatnya, sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan dan telah rampung. Makalah ini
berjudul “Etika, Moral, dan
Ahklak”. Dengan
tujuan penulisan sebagai sumber bacaan yang
dapat digunakan untuk memperdalam pemahaman dari materi ini.
Selain itu, penulisan makalah ini
tak terlepes pula dengan tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Namun
penulis cukup menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat
membangun.
Kuningan, 17 Januari 2017
Penulis.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar……………………………………………………….…...……...……….……....1
Daftar
Isi………………………………………………………………………………………….2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………...………….………..…3
1.2 Rumusan
Masalah………………………………………….…………...………………….…4
1.3 Tujuan
Penulisan……………………………………………….………...…………...………4
1.4 Manfaat
Penulisan……………………………………………….……...…………………….4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika, Moral, dan Akhlak ……………..…………………………………………5
2.2 Karakteristik Etika Islam……………………………………………………………………..8
2.3 Nilai-Nilai Moral…………………………………………………………………………..…9
2.4 Hubungan Tasawuf dengan Akhlak…………………………………………………………10
2.5 Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan
Bermasyarakat……………………………………...10
2.6 Kedudukan
Etika, Moral, dan Akhlak dalam Pendidikan Islam……………………………14
2.7 ujuan
Akhlak dalam Islam untuk Mencapai Kebahagiaan Dunia dan Akhirat……………..15
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan……………………………………………………………………………….…17
3.2 Saran………………………………………………………………………………….……...17
3.3 Daftar Pustaka………………………………………………………………………….....…18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan Islam pada intinya adalah sebagai wahana
pembentukan manusia yang bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau
akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati.
Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan
kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan
akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan
kesadaran dan karena Allah semata.
Berkaitan dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan
terpisah dari keimanan, dalam al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah
ada pernyataan “orang-orang yang beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal
saleh.” Dengan kata lain amal saleh sebagai manifestasi dari akhlak merupakan
perwujudan dari keimanan seseorang. Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya
dikenal dengan dua istilah yaitu al-akhlaq al-karimah dan al-akhlaq al-mahmudah.
Keduanya memiliki pemahaman yang sama yaitu akhlak yang terpuji dan mulia,
semua perilaku baik, terpuji, dan mulia yang diridlai Allah.
Satu masalah sosial/kemasyarakatan yang harus mendapat
perhatian kita bersama dan perlu ditanggulangi dewasa ini ialah tentang
kemerosotan akhlak atau dekadensi moral.
Di samping kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi,
kita melihat pula arus kemorosotan akhlak yang semakin melanda di kalangan
sebagian pemuda-pemuda kita. Dalam surat-surat kabar sering kali kita membaca
berita tentang perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius,
minuman keras, penjambret yang dilakukan oleh anak-anak yang berusia belasan
tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan dikalangan remaja putrid dan lain
sebagainya.
Hal tersebut adalah merupakan suatu masalah yang
dihadapi masyarakat yang kini semakin marak, Oleh kerena itu persoalan remaja
seyogyanya mendapatkan perhatian yang serius dan terfokus untuk mengarahkan
remaja ke arah yang lebih positif, yang titik beratnya untuk terciptanya
suatu sistem dalam menanggulangi kemerosotan akhlak dan moral dikalangan
remaja.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
itu pengertian dari etika, moral, dan akhlak ?
2. Apakah
penting etika, moral, dan akhlak dalam islam?
3. Dalil
apa saja yang menyangkut tentang etika, moral, dan akhlak?
4. Apa
tujuan etika, moral, dan ahklak dan manfaatnya ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan
masalah ini selain untuk memenuhi tugas yang dibebankan oleh Agus Fitriadi
S.Pd.I., M.Pd.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Saya
akan memberi gambaran tentang etika, moral, dan akhlak. Semoga pembaca makalah
ini menambah wawasan, dan bermanfaat.
1.4 Manfaat
Penulisan
1.
Dapat menambah pengetahuan
etika, moral, dan aklah dalam islam
2.
Dapat mengetahui tentang
apa saja yang ada etika, moral, dan aklah dalam islam
3.
Dapat mengetahui nilai-nilai
etika, moral, dan aklah dalam islam dalam aspek kehidupan dan akhirat.
4.
Dapat diterapkan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan dimanapun
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika, Moral, dan Akhlak
Pengertian
Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari kata
"ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan” adalah
segala sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung
jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7
Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
Etika dimulai bila manusia
merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan
akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika,
yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Pengertian
Moral
Kata Moral berasal dari Bahasa Latin Moralitas, adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang
lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif. Manusia yang tidak memiliki
moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai
positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan
dengan proses sosialisasi individu, tanpa moral manusia tidak
bisa melakukan proses sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang
memiliki moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit. Moral itu
sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki
moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya.
Moral adalah nilai ke-absolutan
dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari
kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan
seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang
itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat
diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai
memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari
budaya dan agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang berbeda-beda sesuai
dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa moral
merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait
dengan nilai-nilai baik dan buruk.
Pengertian
Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa arab “akhlaq”
yang merupakan bentuk jamak dari “khuluq”. Secara bahasa “akhlak”
mempunyai arti budi pekerti , tabiat, dan watak. Dalam kebahasaan akhlak sering
disinonimkan dengan moral dan etika. Menurut istilah yang dijelaskan oleh Ibnu
Maskawih “akhlak adalah perilaku jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tanpa melalui pertimbangan”. (Saputra, 2004: 30).
Menurut
Abdul hamid yusuf akhlak adalah ilmu yang memberikan keterangan tentang
perbuatan yang mulia dan memberikan cara-cara untuk melakukannya. (Mahjuddin,
2004: 9), sedangkan menurut Ja’ad maulana “akhlak adalah ilmu yang menyelidiki
gerak jiwa manusia, apa yang dibiasakan
mereka dari perbuatan dan perkatan dan menyingkap hakikat-hakikat baik dan buruk”.
(Zahruddin, 2000: 6). Akhlak menurut Ahmad amin adalah kehendak yang biasa
dilakukan. Artinya segala sesuatu yang kehendak yang terbiasa dilakukan,
disebut akhlak. (Amin, 1995: 62).
Dalil-dalil yang berhubungan dengan akhlak, moral, dan etika
Firman Allah swt:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal” (QS. Ali Imran: 190)
“Tidak ada kebaikan dari banyak
pembicaraan mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah, atau berbuat maruf, atau mengadakan perdamaian
diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari
keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.”
(QS. An-nisa: 114)
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal:2)
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfal:2)
“Sesungguhnya Allah telah membeli
dari orang-orang mumin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh.
(Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Quran.
Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar.” (QS. At Taubah: 111)
“Bukankah
Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah
syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Yasin: 60)
“Sesungguhnya
Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang
tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” (QS. Sad: 46)
Sabda Rasulullah:
‘Sesungguhnya aku Muhammad s.a.w.
tidak diutus melainkan untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.’
‘Ketahuilah kamu di dalam badan
manusia terdapat segumpal darah. Apabila baik maka baiklah keseluruhan segala
perbuatannya dan apabila buruk maka buruklah keseluruhan tingkah lakunya.
Ketahuilah kamu bahawa ia adalah hati’
‘Sesungguhnya Allah tidak melihat
kepada rupa paras kamu dan tidak kepada tubuh badan kamu, dan sesungguhnya
Allah tetap melihat kepada hati kamu dan segala amalan kamu yang berlandaskan
keikhlasan hati.’
‘Seseorang itu tidak beriman
sehinggalah dia mengasihi terhadap saudaranya seperti mana dia kasih terhadap
dirinya sendiri’
(Riwayat
Bukhari dan Muslim)
‘Sesunggubnya amalan yang sangat dicintai
Allah selepas melakukan ibadat fardhu oleh hambanya ialah mengembirakan hati
saudaranya sesama Islam’
(Riwayat
Baihaqi)
2.2
Karakteristik Etika Islam
Definisi Karakter
Karakter (khuluk) merupakan suatu keadaan jiwa
dimana jiwa bertindak tanpa di pikir atau di pertimbangkan secara
mendalam. Karakter ini ada 2 jenis;
Pertama alamiah dan bertolak dari watak.
Misalnya pada orang yang gampang sekali marah karena
hal paling kecil atau takut menghadapi insiden yang paling sepele. Juga
pada orang yang terkesiap berdebar-debar di sebabkan suara yang amat lemah yang
menerpa gendang telinganya atau ketakutan lantaran mendengar suata berita
atau tertawa berlebih-lebihan hanya karena suatu hal yang amat sangat biasa
yang telah membuatnya kagum, atau sedih sekali cuma karena suatu hal yang tak
terlalu memprihatinkan yang telah menimpanya.
Kedua tercipta melalui kebiasaan dan
latihan.
Pada mulanya keadaan ini terjadi karena di pertimbangkan dan
dipikirkan, namun kemudian melalui praktek terus-menerus menjadi karakter.
Karenanya para cendikiawan klasik sering berbeda pendapat mengenai karakter.
Sebagian berpendapat bahwa karakter di miliki oleh jiwa yang tidak berpikir
(nonrasional). Sementara yang lain berkata bahwa bisa juga karakter itu milik
jiwa yang berpikir (rasional). Ada yang berpendapat bahwa karakter itu alami
sifatnya, dan juga dapat berubah cepat atau lamban melalui disiplin serta
nasihat-nasihat yang mulia. Pendapat yang terakhir inilah yang kami dukung
karena sudah kami kaji secara langsung. Adapun pendapat pertama akan
menyababkan tidak berlakunya fakultas nalar, tertolaknya segala bentuk norma
dan bimbingan, tunduknya (kecendrungan ) orang kepada kekejaman dan kelalaian,
serta banyak remaja dan anak berkembang liar tanpa nasihat dan pendidikan. Ini
tentu saja sangat negatif.
Karakteristik Etika Islam
Etika
adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu
masyarakat tertentu. Moral adalah secara etimologis berarti adat
kebiasaan,susila. Jadi moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran
tindakan yang oleh umum di terima, meliputi kesatuan sosial/lingkungan
tertentu. Sedangkan akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan
buruk tentang perkataan/perbuatan manusia lahir dan batin.
Didalam
islam, etika yang diajarkan dalam islam berbeda dengan etika filsafat. Etika
Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun
manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku
yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang
menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang didasarkan
kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3. Etika Islam bersifat universal dan
komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia
kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan
fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan
manusia sebagai upaya memanusiakan manusia.
2.3
Nilai –
Nilai Moral
Yang dibicarakan tentang nilai pada
umumnya tentu berlaku juga untuk nilai moral, nilai moral mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan tanggung jawab kita
Nilai ini berkaitan dengan pribadi
manusia yang bertanggung jawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang
bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.
2. Berkaitan dengan hati nurani
Semua nilai minta untuk diakui dan
diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam undangan atau imbauan. Nilai estetis,
misalnya, seolah-olah “minta” supaya diwujudkan dalam bentuk lukisan, komposisi
musik, atau cara lain. Dan kalau sudah jadi, lukisan “minta” untuk dipamerkan
dan musik “minta” untuk diperdengarkan. Tapi pada nilai-nilai moral tuntutan
ini lebih mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan
“imbauan” dari hai nurani. Salah satu ciri khas nilai moral adalah bahwa hanya
nilai ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila
meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila mewujudkan
nilai-nilia moral.
3. Mewajibkan
Kewajiban absolut yang melekat pada
nilai-nilai moral berasal dari kenyataan bahwa nilai-nilai ini berlaku bagi
manusia sebagai manusia. Karena itu nilai moral berlaku juga untuk setiap manusia
2.4 Hubungan Tasawuf dengan Akhlak
Tasawuf adalah proses pendekatan diri kepada Tuhan (Allah)
dengan cara mensucikan hati. Hati yang suci bukan hanya bisa dekat dengan Tuhan
malah dapat melihat Tuhan (al-Ma’rifah).
Dalam tasawuf disebutkan bahwa Tuhan Yang Maha Suci tidak dapat didekati
kecuali oleh hati yang suci.
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik dan mana
yang buruk juga bagaimana mengubah akhlak buruk agar menjadi baik secara
zahiriah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan, keteladanan,
pembiasaan, dan lain-lain maka ilmu tasawuf menerangkan bagaimana cara
menyucikan hati , agar setelah hatinya suci yang muncul dari perilakunya adalah
akhlak al-karimah. Perbaikan akhlak, menurut ilmu tasawuf, harus berawal dari
penyucian hati.
Dalam kacamata akhlak, tidaklah cukup iman seseorang hanya
dalam bentuk pengakuan, apalagi kalau hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang “kaffah” adalah iman,ilmu dan amal. Amal
itulah yang dimaksud akhlak . Tujuan yang hendak dicapai dengan ilmu akhlak
adalah kesejahteraan hidup manusia de dunia dan kebahagian hidup di akhirat.
Dari satu segi akhlak adalah buah dari tasawuf (proses
pendekatan diri kepada Tuhan), tapi dari sisi lain akhlak pun merupakan usaha
manusia secara “zahiriyyah” dan “riyadhah”
2.5 Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan
Bermasyarakat
Akhlak
terhadap Allah,
1.
Mentauhidkan Allah
Tauhid adalah konsep dalam aqidah
islam yang menyatakan ke-Esaan Allah dan beriman bahwa hanya Allah semata yang
berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya.
2.
Banyak Berzdikir pada Allah
Zikir (atau Dzikir) artinya
mengingat Allah di antaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah. Zikir
adalah satu kewajiban. Dengan berzikir hati menjadi tenteram.
3.
Berdo’a kepada Allah SWT
Berdo’a adalah inti dari ibadah.
Orang-orang yang tidak mau berdo’a adalah orang-orang yang sombong karena tidak
mau mengakui kelemahan dirinya di hadapan Allah SWT.
4.
Bertawakal Hanya pada Allah
Tawakal kepada Allah SWT merupakan
gambaran dari sikap sabar dan kerja keras yang sungguh-sungguh dalam
pelaksanaanya yang di harapkan gagal dari harapan semestinya, sehingga ia akan
mampu menerima dengan lapang dada tanpa ada penyesalan.
5.
Berhusnudzhon kepada Allah
Yakni berbaik
sangka kepada Allah SWT karena sesungguhnya apa saja yang di berikan Allah
merupakan jalan yang terbaik untuk hamba-Nya.
Akhlak
terhadap Rasulullah,
1.
Mengikuti atau menjalankan sunnah Rosul
Mengacu kepada sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah
menjalani hidupnya atau garis-garis perjuangan/ tradisi yang dilaksanakan oleh
Rasulullah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua dalam islam, setelah Al-Quran.
2.
Bersholawat Kepada Rosul
Mengucapkan puji-pujian kepada
Rosulullah S.A.W . Sesungguhnya Tuhan beserta para malaikatnya semua memberikan
Sholawat kepada Nabi (dari Allah berarti memberi rakhmat, dan dari malaikat
berarti memohonkan ampunan). Hai orang-orang beriman, ucapkanlah Sholawat
kepadanya (AQ Al Ahzab : 56).
Akhlak Terhadap diri sendiri,
1.
Sikap sabar
Sabar adalah menahan amarah dan nafsu yang pada dasarnya
bersifat negatif. Kemudianmanusia harus sabar dalam menghadapi segala cobaan.
2.
Sikap Syukur
Dalam keseharian, kadang atau bahkan
sering kali kita lupa untuk ber-Syukur, atau men-Syukuri segala nikmat Allah
yang telah diberikan kepada kita. Ada 3 (tiga) cara yang mudah untuk
men-Syukuri nikmat Allah yaitu bersyukur dengan hati yang tulus, mensyukuri
dengan lisan yang dilakukan dengan memuji Allah melalui ucapan Alhamdulillah,
dan bersyukur dengan perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan nikmat dan
rahmat Allah pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya.
3.
Sikap Tawadlhu’
Tawadlhu’ atau Rendah hati merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia
jadi sudah selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu
merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.
Orang yang tawadhu’ adalah orang menyadari bahwa semua kenikmatan
yang didapatnya bersumber dari Allah SWT.
4.
Bertaubat
Apabila melakukan kesalahan, maka
segera bertaubat dan tidak mengulanginya lagi. Apabila ada dari kita yang
merasa telah terlalu banyak berbuat dosa dan maksiat sebaiknya kita
jangan berputus asa dari rahmat ampunan Allah, karena Allah SWT
selalu memberikan kesempatan pada kita untuk bertobat.
Akhlak
Terhadap Sesama Manusia,
1.
Merajut Ukhuwah atau Persaudaraan
Membina persaudaraan adalah perintah Allah yang diajarkan
oleh semua agama, termasuk agama islam. Oleh sebab itu, sudah sewajarnya kalau
semua elemen membangun ukhuwah dalam komunitasnya. Apabila ada kelompok
tertentu dengan mengatas-namakan agama tetapi enggan memperjuangkan perdamaian
dan persaudaraan maka perlu dipertanyakan kembali komitmen keagamaannya.
2.
Ta’awun atau saling tolong
menolong
Dalam Islam, tolong-menolong adalah
kewajiban setiap Muslim. Sudah semestinya konsep tolong-menolong tidak hanya
dilakukan dalam lingkup yang sempit. Tolong-menolong menjadi sebuah keharusan
karena apapun yang kita kerjakan
membutuhkan pertolongan dari orang lain. Tidak ada manusia seorang pun di muka
bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.
3.
Suka memaafkan kesalahan orang lain
Islam mengajar umatnya untuk
bersikap pemaaf dan suka memaafkan kesalahan orang lain tanpa menunggu
permohonan maaf daripada orang yang berbuat salah kepadanya. Pemaaf
adalah sikap suka memberi maaf terhadap kesalahan orang lain tanpa ada sedikit
pun rasa benci dan dendam di hati. Sifat pemaaf adalah salah satu perwujudan
daripada ketakwaan kepada Allah.
4.
Menepati Janji
Janji memang ringan diucapkan namun
berat untuk ditunaikan. Menepati janji adalah bagian dari iman. Maka
seperti itu pula ingkar janji, termasuk tanda kemunafikan.
Akhlak
Terhadap sesama Makhluk,
1.
Tafakur (Berfikir)
Salah satu ciri khas manusia yang
membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang
berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan,
kemanfaatan, dan kebaikan.
2.
Memanfaatkan Alam
Kedudukan manusia di
bumi ini bukanlah sebagai penguasa yang sewenang-wenang, tetapi sebagai
khalifah yang mengemban amanat Allah. Karena itu, segala pemanfaatan manusia atas bumi ini harus dengan
penuh tanggung jawab dan tidak menimbulkan kerusakan. Sebab, Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dalam ilmu akhlak dijelaskan bahwa
kebiasaan yang baik harus diperhatikan dan disempurnakan, serta kebiasaan yang
buruk harus dihilangkan, karena merupakan faktor yang sangat penting dalam
membentuk karakter manusia berakhlak. Al-Ghozali menjelaskan bahwa mencapai
akhlak yang baik ada tiga cara;
1. Akhlak merupakan anugrah dan rahmat
Allah, yakni orang memiliki akhlak baik secara alamiah (bi-althabi;ah wa
al-fitroh). Sesuatu yang diberikan Allah kepada seseorang sejak ia dilahirkan.
2. Mujahadah, selalu berusaha keras
untuk merubah diri menjadi baik dan tetap dalam kebaikan, serta menahan diri
dari sikap putus asa.
3. Riyadloh, adalah melatih diri secara
spiritual untuk senantiasa dzikir (ingat) kepada Allah.
Al-Ghozali juga berpendapat bahwa
upaya mengubah akhlak buruk adalah kesadaran seseorang akan akhlaknya yang
jelek. Ada empat cara untuk dapat membantu seseorang mengubah akhlaknya yang
jelek menjadi baik, caranya sebagai berikut;
1.
Menjadikan
murid seorang pembimbing spiritual (syekh).
2.
Minta
bantuan seorang yang tulus, taat, dan punya pengertian.
3.
Berupaya
unuk mengetahui kekurangan diri kita dari sesorang yang tidak senang (benci)
dengan kita.
4.
Bergaul
bersama orang banyak dan memisalkan kekurangan yang ada pada orang lain bagaikan yang ada pada
kita.
Sedangkan menurut Achmad Amin, upaya
mengubah kebiasaan buruk sebagaimana yang dikutip Ishak solih (1990) adalah
hal-hal sebagai berikut ini;
1.
Menyadari
perbuatan buruk, dan bertekad untuk meninggalkannya.
2.
Mencari
Waktu yang baik untuk mengubah kebiasaan itu untuk mewujudkan niat atau tekad
semula.
3.
Menghindari diri dari segala yang dapat menyebabkan kebiasaan buruk itu terulang lagi.
Kita harus berupaya semaksimal
mungkin untuk memiliki akhlak (akhlak karimah) dan berupaya dapat menjauhi
akhlak jelek (akhlak sayiah). Jika kita ingin memiliki Negara yang baldatun
thoyibatun warobun ghofur (Negara yang, baik, makmur, dan senantiasa dalam
ampunan-Nya) kuncinya adalah masyarakat, bangsa tersebut harus berakhlak baik.
Jika tidak, kehancuran dan kehinaan akan meliputi masyarakat, bangsa tersebut.
2.6 Kedudukan
Etika, Moral, dan Akhlak dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam merupakan suatu
upaya yang terstruktur untuk membentuk manusia yang berkarakter sesuai dengan
konsekuensinya sebagai seorang muslim.
Istilah pendidikan Islam dapat
dipahami dari tiga sudut pandang. Pertama, pendidikan agama Islam, kedua,
pendidikan dalam Islam, ketiga, pendidikan menurut Islam.
Dalam Islam dikenal adanya dua
kerangka dasar ajaran Islam yang meliputi aspek aqidah dan syari’ah. Pendapat
yang demikian antara lain dikemukakan oleh Mahmud Syaltout. Dalam pandangannya,
akhlak adalah salah satu bagian dari aspek syari’ah. Sebutan yang dipakai untuk
menunjuk akhlak sebagai bagian dari syari’ah adalah al fiqh al-khuluqiyah.
Di lain pihak para ulama secara langsung menempatkan akhlak sebagai bagian yang
berdiri sendiri. Mengikuti pendapat yang kedua, maka kerangka dasar Islam
meliputi aqidah, syari’ah, dan akhlak.
Karena posisi akhlak merupakan satu
kesatuan utuh dari ajaran Islam, maka akhlak dalam Islam mendasarkan
ajaran-ajarannya tentang baik dan buruk, benar dan salah, bersumberkan kepada
ajaran Allah. Tolak ukur kelakuan baik dan buruk mestilah merujuk kepada
ketentuan Allah. Demikian rumus yang diberikan oleh kebanyakan ulama. Diyakini
sepenuhnya bahwa apa yang dinilai baik oleh Allah, pasti baik dalam esensinya.
Demikian pula sebaliknya, tidak mungkin Allah akan menilai kebohongan sebagai
kelakuan baik, karena kebohongan esensinya adalah buruk.
Oleh karena itu, menurut Quraish
Shihab akhlak dalam agama Islam tidak dapat disamakan dengan etika atau moral,
jika pengertiannya hanya semata menunjuk kepada sopan santun di antara manusia,
serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriyah. Akhlak dalam Islam
memiliki makna yang lebih luas, yang mencakup beberapa hal yang tidak merupakan
sifat lahiriyah. Akhak Islam berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran.
Akhlak Islam juga memiliki cakupan yang lebih luas, karena tidak semata
mengatur hubungan manusia dengan manusia. Akhlak Islam mencakup hubungan
manusia dengan Allah hingga hubungan manusia dengan sesama makhluk lainnya
(manusia, binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa lainnya).
Dalam pandangan Durkheim, moralitas
atau etika tidak bisa dianggap hanya menyangkut suatu ajaran normatif tentang
baik dan buruk, melainkan suatu sistem fakta yang diwujudkan, yang terkait
dengan keseluruhan sistem dunia. Moralitas bukan saja menyangkut sistem
perilaku yang ‘sewajarnya’ melainkan juga suatu sistem yang didasarkan pada
ketentuan-ketentuan. Dan ketentuan ini adalah sesuatu yang berada di luar diri
si pelaku. Ketentuan-ketentuan atau hukum-hukum moral itu berasal dari
masyarakat.
2.7 Tujuan Akhlak
dalam Islam untuk Mencapai Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Tujuan akhlak dalam Islam untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat ini termasuk prinsip ke empat dari
prinsip-prinsip yang menjadi dasar falsafah akhlak dalam Islam. Berikut
penjelasan mengenai prinsip ke empat ini, yaitu:
Percaya bahwa tujuan tertinggi agama
dan akhlak ialah menciptakan kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat),
kesempurnaan jiwa bagi individu, dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan,
kekuatan, dan keteguhan bagi masyarakat. Agama Islam atau akhlak islam tidak
terbatas tujuannya untuk mencapai kebahagiaan akhirat yang tergambar dalam
mendapat keridhaan, keampunan rahmat, dan pahalanya, dan juga mendapat kenikmatan
akhirat yang telah dijanjikan oleh Allah kepada orang-orang yang baik dan
orang-orang yang bertakwa yang telah ditunjukkan oleh banyak ayat-ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Diantaranya sabda Rasulullah SAW:
“Di situ ada sesuatu yang tidak
pernah terlihat oleh mata, tidak terdengar oleh telinga, dan tidak pernah
tergores dalam hati manusia.”
Bahkan dilampaui oleh tujuan itu
kebahagiaan akhirat semata-mata kepada mencapai kebahagiaan dunia yang
dihalalkan yang membawa kepada kebahagiaan akhirat. Termasuk kebahagiaan dunia,
berhubungan dengan perseorangan, kelebihan-kelebihan jasmaniah yang
bermacam-macam seperti kesehatan, kekuatan, kecantikan, panjang umur dan
lain-lain lagi.
Di antara termasuk kebahagiaan dunia
berkenaan dengan masyarakat adalah kuatnya masyarakat, kukuhnya, kemajuannya
yang terus-menerus, perpaduannya, kesetabilannya, sifat tolong-menolong antara
angota-angotanya, solidaritas antara angota-anggotanya, keihklasan bekerjanya,
rasa tanggung jawab terhadap masyarakat, sifat lurusnya, kesadaran mereka
terhadap masalah masyarakat mereka, dan lain-lain gejala-gejala kebahagiaan
masyarakat.
Filosof-filosof Muslimin membagi
kebahagiaan kepada beberapa bahagian dan tingkat karena terpengaruh pada
pembahagian itu, oleh pembahagian filosof-filosof Yunani di mana Aristoteles
sebagai pemimpinnya.
Di sini Ibnu Maskawaih menyalin dari
Aristoteles, dalam membagi kebahagiaan itu kepada lima bahagian . beliau
berkata :
Adapun bahagian-bahagian kebahagiaan
menurut mazhab ahli hikmah ini (Aristoteles) ada lima bahagian.
1. Kesehatan badan halusnya pancaindra
2. Kekayaan dan pertolongan dan yang
serupanya
3. Namanya baik diantara manusia
4. Berjaya dalam berbagai perkara
5. Bagus fikiran, pendapat betul,
kepercayaan terhadap agamanya sehat, suci dari kesalahan dan kesilapan, dan
baik nasihatnya bila diminta nasehat.
Menurut
Ibnu Maskawaih kebahagiaan itu mempunyai dua tahap yang sesuai dengan tabiat
manusia yang terdiri dari atas jasmani dan jiwa. Kedua tahap itu ialah
kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohaniah, yang pertama lebih rendah
martabatnya dari yang kedua.
Berdasarkan
pada inilah banyak filosof Islam lain berpendapat serupa ini dalam pembagian
kebahagiaan yang semuanya merupakan tujuan pokok bagi ahklak. Al-Gazzali,
misalnya, membagi kebahagiaan dunia menjadi empat bagian atau jenis pokok,
yaitu kebaikan badan, kebaikan jiwa, kebaikan luar, dan kebaikan dari Allah
(taufik Allah). Dan di bawah tiap macam ini ada empat kebaikan atau keutamaan
pokok, jadi kebahagiaan menurut Al-Ghazzali dan orang-orang yang sependapat
dengannya dari golongan ahli-ahli tasawwuf, bukanlah kebaikan yang tertinggi.
Sebab kebaikan tertinggi, menurut Al-Ghazzali sendiri, “adalah kebahagiaan
akhirat yang kekal dan tidak akan rusak, kegembiraan yang tidak ada sedihnya,
ilmu yang tidak ada jahilnya, dan kekayaan yang tidak pernah akan dicampuri
kemiskinan. Inilah kebahagiaan yang sebenarnya. Adapun selain dari itu yang
dianggap orang sebagai kebahagiaan, itu sebenarnya pemberian nama yang salah
atau melampaui. Yang pertama, seperti kelazatan hidup dan kegembiraannya, tidak
menolong untuk mencapai kebahagiaan akhirat, sedang yang kedua, ada diantara
kebahagiaan dunia (hidup) yang dapat membawa kepada kebahagiaan akhirat.
Kebahagiaan
sebenarnya ini (kebaikan tertinggi) kadang-kadang berlaku di dunia, sekalipun
jarang, bagi orang yang menjalani jalannya dan menjadikan dirinya sangggup
menjalani hakikat yang/ tinggi ini. Sehingga mengalirlah ia kepadanya seperti
mengalirnya kepada Nabi-Nabi, Wali-Wali, dan orang-orang yang
benar.”Mengalirlah rahmat dari Allah Azza Wajalla kedalam jiwa adalah tujuan
yang dicari. Dan itulah sebenar-benar kebahagiaan bagi jiwa sesudah mati.”
Dan
mendidik jiwa menghiasinya dengan keutamaan merupakan langkah yang seharusnya
untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan sebenarnya bukan pada kelezatan
jasmaniah, biarpun yang ada didalam surga, tetapi bersifat rohani (maknawiyah)
yang sepertinya pada mengenal hakikat ilahiyah, petunjuk Allah, bimbingan,
bantuan, dan pertolongannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika adalah segala sesuatu dimana
dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku
manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Akhlak adalah perilaku jiwa
seseorang yang mendorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan tanpa melalui
pertimbangan.
Etika Islam mengatur dan mengarahkan
fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan
manusia sebagai upaya memanusiakan manusia. Dari satu segi akhlak adalah buah
dari tasawuf (proses pendekatan diri kepada Tuhan), tapi dari sisi lain akhlak
pun merupakan usaha manusia secara “zahiriyyah”
dan “riyadhah”.
Aktualisasi akhlak dalam kehidupan
bermasyarakat meliputi Aklak terhadap Allah, Akhlak terhadap Rosullah, Akhlak
terhadap diri sendiri, Akhlak terhadap sesame, dan Akhlak terhadap makhluk.
3.2 Saran
Dan diharapkan, dengan
diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun penyusun dapat menerapkan
etika, moral dan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam dalam
kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad S.A.W,
setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2009. Akhlak Tasawuf.
Bandung:Pustaka Setia.
Hamka. 1987.Tasawuf Modern . Jakarta:
Panjimas.
Darajat, Zakiah. 1983. Pengantar Ilmu
Tasawuf.Jakarta: Panjimas.
Anwar, Rosihon. 2009. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka setia.
Anwar,
Rosihon. 2009.Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Rosihon
Anwar. 2009. Akhlak Tasawuf.Bandung: Pustaka Setia.
terimakasih
ReplyDeleteMy blog